Home

Opini | Tentang Ika UNSOED | University/Alumni News | Profil | Calendar of Events | Cerita dan Foto Kenangan | Bursa Pekerjaan/Bisnis/Beasiswa | Links | Data Alumni
Ikatan Keluarga Alumni UNSOED
Opini

luhur.jpg

Good Government Vision
(Luhur Pambudi, Alumni Pasca Sarjana Unsoed)
 
     Di negeri ini sudah sering terjadi tindakan pidana macam korupsi, seperti yang di metro bebarap waktu yang lalu, yang jelas-jelas dilakukan Winfried Simatupang, Dadang Sukandar, Syahril Sabirin, Akbar Tanjung, Belum lagi kasus penyalahgunaan BLBI yang melibatkan mantan bankir Syamsur Nursalim. Sebagaimana masyarakat, para tokoh, intelektual,politikus, LSM paham betul bahwa yang dilakukan jelas tindakan pidana. Pelanggaran, kesalahan, yang mereka lakukan jelas terlihat. Ada saksi, ada data, ada identitas pihak yang dirugikan. Jadi dugaan tersebut pantas ditindaklanjuti dalam suatu dakwaan.
   Namun, yang kita bisa pelajari dari negeri ini, tidak semua tindak pidana tersebut menjadi P E R K A R A  H U K U M. Mengapa? Di negeri yang katanya bernama Indonesia kita belajar bahwa hokum ternyata bukan panglima. Sering tokoh dan para intelektual hokum mengatakan negeri ini berdasarkan hukum. Tapi justru menurut saya, negeri yang katanya bernama Indonesia bukan berdasarkan hukum, tetapi KE K U A S A A N. Inilah yang menjadi panglima yang meresap ke segala sendi kehidupan masyarakat. Melalui proses manipulasi dan intelektual yang dilacurkan oleh sebagian tokoh masyarakat, "beruntung" saya bisa belajar bahwa hukum di negara yang katanya bernama Indonesia telah ter-SUBORDINASI oleh kekuasaan. Karenanya tidak heran bila banyak kasus korupsi, yang jelas-jelas tindakpidana, yang jelas jelas-jelas menimbulkan kerugian bagisebagian masyarakat, yang jelas-jelas merendahkan derajad dan citrabangsa, menguap begitu saja oleh intervensi kekuasaan
    Siapa di negeri yang berani melawan kekuasaan? Kebenaran? Keadilan? Masih adakah kebenaran dan keadilan yang OBYEKTIF di negeri yang katanya bernama Indonesia? Kebenaran obyektif dalam arti mengatakan apa yang sesungguhnya terjadi, tanpa memanipulasi fakta melalui metoda kekuasaan. Keadilan obyektif adalah vonis yang menyatakan seseorang bersalah atau tidak tanpa tidak membedakan maupun memandang status, pangkat, jabatan, identitas yang bersangkutan. Masih terlalu langka di negeri yang katanya bernama Indonesia mencari kebenaran dan keadilan obyektif. Yang ada hanyalah kebenaran dan keadilan subyektif yang coba diasumsikan sebagai kebenaran maupun keadilan obyektif.
    Siapapun manusia di negeri yang katanya bernama Indonesia, terlibat dalam kasus hukum, selama ia dekat penguasa/kekuasaan, dan eksistensi dirinya dipandang menguntungkan sang penguasa, memungkinkan besar ia akan bersih dari cacat hukum. Minimal dia dijauhkan dari keharusanmenanggung sanksi hukum. Seandainya hukum di negeri yang katanya bernama Indonesia masih mengakui adanya sanksi hukum.
   Pernyataan ini baru hanya hipotesa yang saya tangkap dari pengamatan subyektif, pengalaman sepihak. Kalaupun ada rekan yang punya pandangan sama itu hanya kebetulan saja. Terlalu awal untuk digeneralisir. Saya pun berharap akan muncul intelektual yang dapat membuktikan hipotesa ini tidak benar dan tidak berdasar. Mereka yang menggeluti dunia hukum saya yakin bisa bertutur lebih Logis melalui nalar hukum. Saya hanya manusia biasa yang kebetulan tergabung dalam masyarakat yang katanya bernama Indonesia. Bukan praktisi apalagi intelektual hukum.  Hanya sebagai pra-kuli harian yang mencoba mengais rejeki di sebuah institusi bank.
    Lalu apa yang dapat saya rekomendasikan dalam keawaman hukum? Bersyukurlah jika kita berada diluar lingkaran perkara hukum. Beruntunglah bila kita berada diluar lingkungan para kekuasaan. Meski itu harus ditebus dengan kerelaan (maupun keterpaksaan) hidup dalam keterbatasan materi maupun bentuk penghormatan lain. Lalu, menjadi suatu kesempatan bagi kita untuk belajar sekaligus mengukuhkan komitmen diri bahwa kita jangan seperti mereka. Meski tidak selalu korupsi menjadi perkara hukum. Lebih baik dari sekarang kita siapkan mental diri bila kelak menjadi penguasa agar jangan terjebak dalam lingkaran korupsi. Mulailah membiasakan diri menempatan nurani dan moral menjadi panglima diri. Meski fakta sekarang ini mengatakan : Negeri yang katanya bernama Indonesia adalah salah satu negara terkorupsi terbesar di dunia, namun TANPA KORUPTOR.

.

Enter supporting content here