Unsoed Memberi Penghargaan ke Gubernur
PURWOKERTO-(SM, 23 Sept-2004). Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto akan merayakan ulang tahun ke-41
yang jatuh pada 23 September esok. Berkait dengan itu, perguruan tinggi (PT) tersebut berencana memberikan penghargaan khusus
pada Gubernur Mardiyanto.
Rektor Unsoed Prof Rubiyanto Misman, kemarin, menyatakan penghargaan itu sebagai wujud terima kasih atas bantuan Pemerintah
Provinsi Jateng bagi perkembangan PT terbesar di Jateng bagian selatan tersebut.
''Penghargaan itu akan kami berikan pada puncak peringatan HUT, Sabtu (26/9). Gubernur kami undang untuk menerima penghargaan
sekaligus memberikan sambutan kehormatan,'' ujarnya.
Selama lima tahun terakhir, kata dia, Gubernur mengeluarkan banyak kebijakan yang berkait dengan dunia PT. Gubernur juga
membantu dana pembangunan sarana dan prasarana penunjang pendidikan.
Bantuan itu antara lain dalam pembangunan laboratorium kedokteran Rp 2,4 miliar dan pembuatan tribune stadion Rp 1,4 miliar.
Sarana olahraga itu untuk menunjang kegiatan mahasiswa dan pemuda di eks Karesidenan Banyumas.
''Yang tidak kalah penting, Unsoed diizinkan bekerja sama dengan Rumah Sakit Margono Soekardjo (RSMS) Purwokerto. RS itu
menjadi tempat praktik mahasiswa kedokteran kami. RSMS kan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jateng,'' katanya.
Pembangunan Auditorium
Dia menyatakan akan meminta Gubernur mendukung rencana pembangunan auditorium, pengganti Gedung Pertemuan Soemardjito
yang tidak representatif lagi. Diupayakan mulai akhir tahun ini pembangunan tahap pertama sudah berlangsung.
Dia memperkirakan pembangunan tahap awal menelan dana sekitar Rp 1,5 miliar. Dana itu dari bantuan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi sekitar Rp 750 juta dan sisanya dari anggaran Unsoed. Total anggaran pembangunan auditorium Rp 16 miliar.
''Lokasinya di utara kampus FISIP. Auditorium itu kami lengkapi areal parkir luas. Auditorium itu untuk wisuda, kegiatan
olahraga, kemahasiswaan, dan kegiatan masyarakat umum. Kami juga melengkapi dengan perkantoran, pertokoan, dan perbankan.''
(G22-86)
Wakil Bupati Cilacap Minta Maaf, Ujian Ulang (SM, 28 Agustus 2004)
PURWOKERTO-Rektor Unsoed Purwokerto, Prof Drs Rubiyanto Misman, menyatakan kasus dugaan perjokian
Wakil Bupati Cilacap Thohirin Bahri saat mengikuti ujian semesteran sudah terselesaikan secara internal. Thohirin sudah meminta
maaf dan mengulang ujian. Dia pun dinyatakan lulus.
''Permasalahan itu sudah terselesaikan. Dia sudah mengulang dan minta maaf sehingga persoalan tak perlu diperpanjang,''
ujar Rubi, kemarin.
Dia mengemukakan tindakan Thohirin hanya melanggar kode etik akademik, bukan masalah hukum. Bila Thohirin
mengakui dan bersedia memperbaiki diri, permasalahan pun dianggap selesai.
Dia menyatakan laporan Budiyono SH MH, dosen Fakultas Hukum Unsoed, ke Polsek Purwokerto Utara bukan atas
nama kelembagaan. Laporan itu bersifat pribadi.
''Kalau itu dianggap masalah, semestinya yang melapor ke polisi ya jurusan ekstensi atau fakultas, bukan dia
secara pribadi. Masalahnya Pak Thohirin kan berkait dengan lembaga,'' ujarnya.
Kerja Sama
Budiyono, Kamis (26/8), melaporkan Thohirin Bahri ke polisi. Dia menduga Thohirin terlibat kasus perjokian
ujian semesteran. Thohirin adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unsoed program ekstensi kelas jauh kerja sama dengan DPRD Cilacap.
Dalam program itu sejumlah anggota DPRD dan pejabat Cilacap mengikuti kuliah.
Budiyono menyatakan Thohirin tak mengikuti ujian kuliah metodologi penelitian hukum pada 4 Mei 2003. Namun
pejabat itu mewakilkan pada Iskandar Zulakanaen, sekretaris pribadinya.
Perbuatan Thohirin melakukan perjokian, kata dia, merupakan tindak pidana murni dan bukan delik aduan. Dalam
kasus itu yang menjadi korban adalah Fakultas Hukum Unsoed, karena mencemarkan nama fakultas.
''Saya sebagai dosen Fakultas Hukum Unsoed berhak melaporkan kasus ini ke polisi karena mengetahui dan punya
bukti. Pelapor tidak harus fakultas atau dekan. Secara internal kami solid. Saya pun sudah memberi tahu Rektor, Ketua Jurusan,
dan fakultas,'' katanya.
Kapolres Banyumas AKBP Drs Erwin Triwanto menyatakan polisi akan memanggil para saksi dalam kasus itu. Kini
polisi masih menyelidiki laporan dugaan pemalsuan identitas itu. ''Kalau ada unsur pidananya, penyelidikan bisa kami lanjutkan
ke penyidikan,'' ujarnya.
Namun Thohirin Bahri menyatakan masalah yang dipersoalkan Budiyono sudah terselesaikan. ''Saya sudah mengikuti
ujian susulan dan mendapat nilai.''
Jika sekarang ada pihak mempersoalkan, ujar dia, karena ditunggangi masalah politik. ''Orang Cilacap tahu
siapa di balik laporan itu. Kalau orang Purwokerto, saya kira tidak tahu,'' kata dia.
Dosen pengampu mata kuliah metodologi penelitian hukum, Saryono Hanadi SH, juga menyatakan masalah Thohirin
sudah terselesaikan. ''Karena yang ujian orang lain, nilainya tidak saya keluarkan,'' katanya.
Sebagai dosen dia meminta Thohirin dan ajudannya meminta maaf. Mereka pun sudah melakukan.
Sebagai mahasiswa, Thohirin sudah mengikuti ujian susulan dan dinyatakan lulus. ''Bagi saya ini bukan masalah
pidana, melainkan hanya pelanggaran etika akademik.'' (in,G22-86)
Dipersoalkan, Status S2 Wakil Bupati Cilacap (SM, 24 Agustus 2004)
- Rubi: S1 Saja Belum Lulus
PURWOKERTO- Status studi S2 Wakil Bupati Cilacap H Thohirin Bahri BA di Universitas Galuh
Ciamis, Jabar, dipersoalkan sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM). Misalnya, Banyumas Corruption Watch (BCW).
Dalam siaran pers, kemarin, BCW mengungkapkan dari hasil penelusuran pada program magister manajemen universitas
itu, Thohirin kini masih terdaftar dan sedang menyelesaikan studi S2.
''Dia studi di Jurusan Magister Pemerintahan Daerah (MSi). Namun saat bersamaan dia kuliah S1 hukum ekstensi
di Unsoed dan saat ini belum lulus,'' kata Koordinator BCW Nur Azis SH Mhum, yang didampingi Koordinator Divisi Investigasi
Budiyono SH MH dan Edy Waluyo SH.
Nur Azis mengemukakan ada beberapa kejanggalan yang patut dipertanyakan mengenai status studi S2 Thohirin.
Dalam pembimbingan tesis mahasiswa kelas jarak jauh, dia tercatat pada Januari 2004 dengan nomor urut 22 dan NIM 0823403 0439.
Pembimbing I Prof Dr Sadu Wasistiono MS dan pembimbing II Drs Apri Budianto MM.
''Dari data itu saja patut diduga cacat hukum. Dia kali pertama tercatat sebagai mahasiswa dua-tiga semester
lalu, sekitar pertengahan tahun 2002 atau Januari 2003. Padahal, pada saat bersamaan dia studi S1 ekstensi FH Unsoed,'' kata
Azis.
Membantah
Gelar sarjana terakhir Thohirin, kata Budiyono, adalah sarjana muda (BA). ''Padahal, syarat masuk S2
harus berijazah S1. Dari segi hukum itu cacat. Dia yang menjadi pejabat publik semestinya bisa memberikan contoh.''
Rektor Unsoed Prof Rubiyanto Misman juga menyatakan Thohirin saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa S1
Unsoed. ''S1 saja belum lulus. Lo kok ngambil S2. Semestinya S1 dirampungkan dulu.''
Rubi menyatakan berdasar laporan ketua jurusan sampai sekarang banyak mata kuliah yang belum diambil Thohirin.
''Kalau dia tidak serius, saya sarankan keluar.''
Thohirin menyatakan sedang mengurus proses keluar dari S1 ekstensi FH Unsoed. Dia membantah saat ini mengurus
tesis S2 di Universitas Galuh. Dia menuturkan tak pernah mencantumkan gelar dalam kegiatan administrasi pemerintahan selama
ini. Dia balik menuding, isu itu dipolitisasi pihak yang tak bertanggung jawab.
Dia menyatakan sudah konsultasi dengan Bupati Probo Yulastoro SSos MM untuk keluar dari S1. ''Semula saya
kuliah ekstensi juga karena ada tawaran Sekda (Adi Saroso-Red). Dananya dari APBD,'' ujarnya. (G22, P16-86) |
|
Kasus Per-Joki-an dan petualangan
Wakil Bupati Cilacap di dunia pendidikan menjadi berita di beberapa media dan diskusi sekaligus buah keprihatinan banyak Alumni
Unsoed. Berikut beberapa komentar tentang hal tersebut yang di posting di mailing list.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Posting 2 September 2004.
JOKI. Yang saya tahu, ujian susulan di fakultas hukum sangat
sulit didapatkan baik ijin maupun prosedurnya. Karena menurut surat keputusan dekan...(saya tidak ingat nomornya, tapi saya
yakin karena saya sering tidak ikut ujian baik utama/mid), ujian susulan hanya diberikan bagi mahasiswa yang : 1. sakit dengan surat inap
RS min 3 hari (ada surat resmi dari RS dan dokternya) 2. ada keluarga meninggal(ada surat resmi dan keterangan tetek bengeknya)
HANYA ITU! (acara kenegaraan
tidak termasuk didalamnya) jadi apapun alasannya, di fakultas hukum itu (di fak. lainnya di unsoed juga saya rasa) yang penting
birokrasinya terpenuhi, even alasan tidak mengikuti ujian bermacam2. (Baca: mereka tidak peduli dibagaimana caranya, yang penting urusan birokrasi
untuk persyaratan mengikuti ujian susulan beres, yaitu ada surat2 resmi tsb, baik yg menyatakan sakit maupun meninggal), contohnya: dulu saya pernah dimintakan surat keterangan
kematian gara2 alasan saya tidak ikut ujian karena nenek meninggal.
Hubungan hukumn dengan kasus joki: 1. KALAU si mahasiswa saat
ini mendapatkan excuse dan berhasil memperoleh ujian susulan, berarti : - dia jelas2 malsuin surat2 tersebut untuk memenuhi
persyaratan susulan, misalnya : bikin surat sakit palsu, anyway, hal ini sah aja, karena basicly mereka ga peduli tu surat datang
darimana(mau hasil nipu kek, hasil malsuin kek, konsekwensinya beda lg kalo ketauan) yg penting birokrasi beres sesuai aturan (sesuai
surat keputusan, red) kecuali ya itu tadi...ada excuse karena beliau adalah pejabat- ujian susulan dimohonkan lewat dekan.....dan itu memakai
ttd dekan sebagai ijin untuk diteruskan ke dosen ybs....yang jadi pertanyaan: kok dekannya ngasih ijin susulan??prosedur apa
yg dilangkahinya??karena pelanggaran terhadap surat keputusan dekan dalam hal ujian susulan ini yang juga tinggi posisinya
sebagai aturan hukum yg mengikat dan berlaku difakultas seharusnya melekat sangsi yang jelas dan tertulis. intinya: dekan ambil langkah
memberi ujian susulan ga ada dasarnya sama sekali kecuali satu hal: PERLAKUAN KHUSUS. Senyatanya: ujian susulan prosedurnya ga mudah bagi saya
yg pernah mengalaminya sebagai mahasiswa reguler, dan aturan ini berlaku umum bagi semua mahasiswa umumnya baik ekstensi maupun
kelas jauh) dipihak dekan, ya jelas dia melanggar aturan hukum yang dibuatnya sendiri....jadi menurutku...urusannya bukan
sekedar mahasiswa ybs minta maaf dan dapat ujian susulan.....tapi sesungguhnya melibatkan banyak pihak yg kini layak disebut sebagai oknum.....
karena nyatanya, jika hal
ini terjadi pada mahasiswa reguler....dan bukan pejabat maybe..., aku yakin bgt, yg ada paling2 dapet E atau nilainya kosong
dan si joki juga bernasib sama kl dia juga mahasiswa unsoed, dipanggil dan diceramahi...., mendapat credit title yg
buruk.....dan harus
ulang semester depannya......secara substansi..., sama aja dengan nyontek dan ketauan...tapi persoalan ini jadi lebih berat
karena jokinya bukan anak Unsoed...., kasusnya mirip UMPTN yang ketauan di joki'in, jokinya justru mendekam di penjara!!....
nah....andaikan saja ada yg
bisa memberi gambaran kasus ini secara lebih jelas misalnya mahasiswa yg memang menyelidiki kasus ini?? tentunya dikampus...jadinya
lebih jelas....karena menurutku, penyimpangan ini bukan sekedar malu2in unsoed,
tapi malu2in dunia pendidikan yang semakin mahal ko semakin ga berarti......
saya yakin, yg harus dihukum adalah pejabat yg melegalkan
prosedur susulan dst.....itu kalau dari sudut hukum, karena pada dasarnya...kalau tidak ada ijin dst...ujian susulan dan sejenisnya tidak akan terjadi...
masalah komentar Ruby???ga
ada urusannya kecuali dia mau nutup mata karena kasus ini mungkin dilakukan serumpunnya yaitu bangsa Cilacap.
Fakultas nya yang harus di
selidiki....yang namanya surat keputusan dekan itu tinggi ko kedudukannya.....ibaratnya...norma atau aturan hukum menjalankan
ajar mengajar berikut tetek bengeknya termasuk ujian susulan, mahasiswa nyontek dan seterusnya ada di sana!! diatur semua!!
terakhir, ga usah terlalu
dipolitisir, masalah siapapun yg ngelaporin ke polsek, itu sah aja...dan wajib malah sebagai warga ind yang baik dan tau aturan.....jadi ga ada masalah
politik disini, yg ada cuman penyelewengan kewenangan dan kecurangan yang bisa jadi (setelah dilakukan penyidikan kalo sampe ini juga) menjadi
sebuah kejahatan pidana...krn menipu....dan dilakukan oknum.....
segitu dulu ya....
ikut prihatin, shanty Hukum'98
**************************************************************
Posting 2 September 2004
Sedikit urung rembug dengan kasus yg terjadi di Unsoed dan cara
Rektor menyikapinya, barangkali sayapun sama dengan rekan-rekan semua prihatin akan hal tersebut dan bahkan perjokian itu
terjadi tak sekali, juga dalam ujian sisipan. Surat keprihatinan, saya pikir hal yang wajar saja untuk di sampaikan hanya
mungkin di sampaikan lebih di tujukan ke dalam ... rektor atau fakultas spt saran Mas Rudi. Dan maaf soalnya saya sendiri
kurang paham dengan press release di Media Purwokerto (mohon pencerahan yg ini).
Lebih
dari itu sikap wakil bupati brebes ini sebenarnya lebih parah lagi daftar S2 di univ. lain. (berita tertanggal 24 Agustus
2004) padahal S1 saja belum lulus. Lalu Pak Rektor menyarankan untuk keluar saja dari Unsoed bila tidak serius. Beberapa hari
muncul/terungkap kasus per-joki-an seperti yang kita ramaikan ini, sayang malah ko...pihak Universitas menyikapinya lain.
Dari cerita terebut, saya rasa tak masalah surat keprihatinan di sampaikan ke rektor/universitas/fakultas untuk lebih tegas
menyikapi petualangan sang wakil Bupati yg telah melecehkan dunia pendidikan Unsoed khususnya. Pendidikan kalau tak salah selalu menyangkut tiga aspek
yang tidak terpisahkan, yaitu: aspek afeksi atau sikap, kognisi atau pengetahuan, dan psikomotorik atau keterampilan. Jadi
dengan demikian pendidikan, pengembangan, dan pengamalan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi oleh etika. Rasanya
Wakil Bupati Cilacap ini sudah jauh dari etika akademik yg mesti ada di lingkungan kampus.
Bila hal ini unsoed tak tegas menyikapi itu yakin kasus ini akan menjadi...paragraf pertama....di
media masa sebagai pengantar bila menulis tentang carut marut pendidikan di Indonesia, yang di dalamnya terkait unsoed.
Wassalam
Sukamto, faperta
85
*******************************************************
Posting 31 Agustus 2004
Assalamualaikum, Salam
Sejahtera Kepada Profesor Rubiyanto Rektor Universitas Jenderal Soedirman Profesor Rubiyanto Saya sangat prihatin dengan cara Anda dalam menangani kasus perjokian yang melibatkan
"mahasiswa" Fakultas Hukum yang juga Wakil Bupati Cilacap. Cara Anda melihat kasus ini sebagai sebuah "pelanggaran etika" adalah
menyesatkan. Anda telah membohongi publik dengan mengatakan bahwa kasus ini telah diselesaikan secara "internal". Apa definisi
"internal"? Saya khawatir "internal" yang Anda maksud dalam menyelesaikan kasus ini dilakukan dengan cara-cara dan kesepakatan-kesepakatan
yang melanggar hukum? Siapa tahu, karena Anda bilang ini adalah "internal".
Adakah seorang pejabat publik seperti seorang
rektor bisa demikian saja mengatakan "persoalan ini telah diselesaikan secara internal"? Tidak dapat. Di pundak Anda, ada
hak dan kewajiban sebagai seorang pejabat publik. Universitas yang Anda pimpin bukan dibangun dan dibiayai Anda. Ada rakyat yang
membayar pajak, ada orang tua dan mahasiswa yang membayar SPP, ada masyarakat yang berharap bahwa lembaga yang Anda pimpin menjalankan
fungsi dengan sebenar-benarnya.
Profesor Rubiyanto Anda telah mengecewakan Saya dan ribuan Alumni Unsoed yang dengan susah payah membangun
citra Unsoed. Anda telah melukai saya dan alumni lain yang gandrung akan keadilan. Anda telah menodai lembaga universitas yang
seharusnya menjadi pemimpin moral di tengah hiruk pikuk kemerosotan moral bangsa.
Anda telah mengecewakan.
Muhammad Bahrul Wijaksana (Alumni FISIP
AN 92)
************************************* Prihatin
!
Inilah buah dari "buka warung",
ekstensi ini itu. Dalam pandangan saya sebagai bekas
mahasiswa reguler, ekstensi atau kelas jauh, adalah
program yang dalam banyak hal, lebih diutamakan. Ini, karena program ekstensi menjanjikan "uang kemeng" yang lebih menjanjikan bagi dosen dan lembaga. Mestinya, dengan kasus ini Unsoed lebih instropeksi membenahi academic culture.
Saya juga turut menyesalkan sikap Rektor yang menganggap kasus ini
selesai secara internal.
Saya tidak mudeng, bagaimana pola penyelesaiannya. Saya
tidak tahu, apakah pengelola Program (dalam hal ini
Ketua Jurusan mungkin, yang mempunyai otoritas), tidak menggunakan
"Kode Etik" mahasiswa Unsoed, yang mengharamkan perjokian.
Sekali lagi, apa maksud telah diselesaikan ?
Selama
lebih dari 7 saya di kampus sebagai mahasiswa reguler, belum pernah sekalipun ada kasus perjokian seperti ini. Di seluruh fakultas. Dan, saya yakin, memang tidak ada. Bukan karena tidak terungkap !
Saya kuatir, dengan kasus ini (sebelumnya Doktor Palsu : si Fenomenal), prestasi Mas Ali Zum--yang baru saja mendapatkan penghargaan dari presiden--,tenggelam. Ditertawakan oleh sohib dan
koleganya di tempat kerja...Mereka
akan tanya, "Ali, di kampusmu kok ada joki ujian ?".
Atau, prestasi Pak Mulyono yang sangat meng-internasional.
Pak Mul, Anda tentu kecewa dengan
kasus ini, sama seperti saya.
Buat
kawans, Anda tentu sependapat dengan saya : menyesalkan sikap Rektor, yang langsung meng-cut kasus ini. Dimaafkan, ujian susulan, diluluskan...
Jakarta, Kundiyarto (FE 93)
|